Senin, 06 Juni 2016

Spermatogenesis dan oogenesi



Spermatogenesis

Spermatogenesis terjadi di dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang mana bertujuan untuk membantu sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian di simpan di epididimis.
Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya megandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau mengandung 23 kromosom yang tidak berpasangan). Setiap spermatid akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa (sperma). Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi.
Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.
Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hilauronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.
Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk pergerakan sperma.
Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis.

Proses terjadinya spermatogenesis dirinci sebagai berikut :

 
 

a.      Spermatogonium yang bersifat diploid/2n membelah diri secara mitosis. Hasil pembelahan ini adalah sel anak tipe A dan sel anak tipe B, yang masing-masing masih bersifat diploid/2n.
b.     Sel anak tipe B selanjutnya tumbuh dan berdiferensiasi (mengalami perubahan bentuk) menjadi spermatosit primer yang masih diploid/2n.
c.      Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis I menjadi 2 spermatosit sekunder yang bersifat haploid/n.
d.     Masing-masing spermatosit sekunder mengalami pembelahan meiosis II menjadi 2 spermatid, sehingga dihasilkan 4 spermatid yang masing-masing bersifat haploid/n.
e.      Keempat spermatid berkembang melalui proses spermatogenesis menjadi spermatozoa yang bersifat haploid/n.



Oogenesis

Oogenesis merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di dalam ovarium terdapat oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur. Oogonium bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Oogenesis telah dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan, yaitu pada berusia sekitar 5 bulan dalam kandungan. Pada saat itu bayi perempuan berumur 6 bulan, oosit primer akan membelah secara meiosis. Namun, meiosis tahap pertama pada oosit primer ini tidak di lanjutkan sampai bayi perempuan tumbuh menjadi anak perempuan yang mengalami pubertas. Oosit primer tersebut berada dalam keadaan istirahat (dorman).
Pada saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar 1 juta oosit primer. Ketika mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki sekitar 200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami degenerasi selama pertumbuhannya.
Saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan hormon yang menyebabkan oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamnanya. Oosit yang mengalami meiosis I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama ukurannya. Sel oosit pertama merupakan oosit yang berukuran normal (besar) yang di sebut oosit sekunder,sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut badan polar pertama (polosit primer).
Selanjutnya, oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II (meiosis kedua). Namun pada meiosis II, oosit sekunder tidak langsung diseleaikan sampai tahap akhir, melainkan berhenti sampai terjadi ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, oosit sekunder akan mengalami degenerasi. Namun jika ada sperma masuk ke oviduk, meiosis II pada oosit sekunder akan dilanjutkan kembali. Akhirnya, meiosis II pada oosit sekunder akan menghasilkan satu sel besar yang di sebut ootid dan satu sel kecil yang disebut badan polar  kedua (polosit sekunder). Badan polar pertama juga membelah menjadi dua badan polar kedua. Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum dari oogenesis setiap satu oogonium.
Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur (folikel) merupakan sel pembungkus penuh cairan yang mengelilingi ovum. Folikel berfungsi untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit primer. Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder berkembang menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier berkembang menjadi folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder lepas dari folikel, folikel akan berubah menjadi korpus luteum. Jika terjadi fertilisasi, korpus luteum akan mengkerut menjadi korpus albikan.  

Proses terjadinya oogenesis dirinci sebagai berikut :
 

a.      Oogonium yang bersifat diploid/2n membelah diri secara mitosis. Hasil pembelahan ini adalah beberapa oogonia, yang masing-masing masih bersifat diploid/2n.
b.     Salah satu oogonia tumbuh dan berdiferensiasi (mengalami perubahan bentuk) menjadi oosit primer yang masih diploid/2n.
c.      Oosit primer mengalami pembelahan meiosis I menjadi satu oosit sekunder dan satu badan polar pertama yang masing-masing bersifat haploid/n. Oosit sekunder ini selanjutnya akan dikeluarkan dari folikel pada ovarium pada saat ovulasi.
d.     Jika tidak ada spermatozoa yang masuk (tidak terjadi fertilisasi), maka oosit sekunder tidak dapat berkembang lebih lanjut dan terjadilah menstruasi. Tetapi, jika ada spermatozoa yang masuk sehingga terjadi fertilisasi, maka terjadilah pembelahan meiosis II. Pada tahap ini, oosit sekunder mengalami pembelahan menjadi satu ootid (haploid/n) dan satu badan polar. Sementara itu, badan polar yang pertama kadang-kadang dapat juga membelah menjadi 2 badan polar.
e.      Selanjutnya ootid berkembang menjadi ovum.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © EnnLaw | Floating Leaves template designed by ennyLaw | eLaw's Design