Spermatogenesis
Spermatogenesis
terjadi di dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Spermatogenesis
mencakup pematangan sel epitel germinal dengan melalui proses pembelahan dan
diferensiasi sel, yang mana bertujuan untuk membantu sperma fungsional.
Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian di simpan di
epididimis.
Dinding
tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal
(jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis.
Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus
testis). Satu testis umumnya megandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih)
yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak
di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari
spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk
membentuk sperma.
Pada
tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau
mengandung 23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal
yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara mitosis
menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel
ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah
melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara meiosis membentuk
dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder
kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk empat buah spermatid. Spermatid
merupakan calon sperma yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau
mengandung 23 kromosom yang tidak berpasangan). Setiap spermatid akan
berdiferensiasi menjadi spermatozoa (sperma). Proses perubahan spermatid
menjadi sperma disebut spermiasi.
Ketika
spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel
epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat
bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.
Kepala
sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada
bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang
disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hilauronidase dan proteinase yang
berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum.
Pada
ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma
banyak mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk
pergerakan sperma.
Semua
tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli yang
memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan mengatur proses
spermatogenesis.
Proses terjadinya
spermatogenesis dirinci sebagai berikut :
a.
Spermatogonium yang bersifat diploid/2n
membelah diri secara mitosis. Hasil pembelahan ini adalah sel anak tipe A dan
sel anak tipe B, yang masing-masing masih bersifat diploid/2n.
b.
Sel anak tipe B selanjutnya tumbuh dan
berdiferensiasi (mengalami perubahan bentuk) menjadi spermatosit primer yang
masih diploid/2n.
c.
Spermatosit primer mengalami pembelahan
meiosis I menjadi 2 spermatosit sekunder yang bersifat haploid/n.
d.
Masing-masing spermatosit sekunder
mengalami pembelahan meiosis II menjadi 2 spermatid, sehingga dihasilkan 4
spermatid yang masing-masing bersifat haploid/n.
e.
Keempat spermatid berkembang melalui
proses spermatogenesis menjadi spermatozoa yang bersifat haploid/n.
Oogenesis
Oogenesis
merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di dalam ovarium terdapat
oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur. Oogonium bersifat diploid
dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan memperbanyak diri
dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Oogenesis
telah dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan, yaitu pada berusia
sekitar 5 bulan dalam kandungan. Pada saat itu bayi perempuan berumur 6 bulan,
oosit primer akan membelah secara meiosis. Namun, meiosis tahap pertama pada
oosit primer ini tidak di lanjutkan sampai bayi perempuan tumbuh menjadi anak
perempuan yang mengalami pubertas. Oosit primer tersebut berada dalam keadaan
istirahat (dorman).
Pada
saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar 1 juta
oosit primer. Ketika mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki sekitar
200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami degenerasi selama
pertumbuhannya.
Saat
memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan hormon yang
menyebabkan oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamnanya. Oosit yang
mengalami meiosis I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama ukurannya. Sel
oosit pertama merupakan oosit yang berukuran normal (besar) yang di sebut oosit
sekunder,sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut badan polar pertama
(polosit primer).
Selanjutnya,
oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II (meiosis kedua). Namun pada meiosis
II, oosit sekunder tidak langsung diseleaikan sampai tahap akhir, melainkan
berhenti sampai terjadi ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, oosit sekunder
akan mengalami degenerasi. Namun jika ada sperma masuk ke oviduk, meiosis II
pada oosit sekunder akan dilanjutkan kembali. Akhirnya, meiosis II pada oosit
sekunder akan menghasilkan satu sel besar yang di sebut ootid dan satu sel
kecil yang disebut badan polar kedua
(polosit sekunder). Badan polar pertama juga membelah menjadi dua badan polar
kedua. Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi
ovum dari oogenesis setiap satu oogonium.
Oosit
dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur (folikel)
merupakan sel pembungkus penuh cairan yang mengelilingi ovum. Folikel berfungsi
untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami perubahan
seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi
ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit primer.
Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi
folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder
berkembang menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier
berkembang menjadi folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder
lepas dari folikel, folikel akan berubah menjadi korpus luteum. Jika terjadi
fertilisasi, korpus luteum akan mengkerut menjadi korpus albikan.
Proses terjadinya
oogenesis dirinci sebagai berikut :
a.
Oogonium yang bersifat diploid/2n
membelah diri secara mitosis. Hasil pembelahan ini adalah beberapa oogonia,
yang masing-masing masih bersifat diploid/2n.
b.
Salah satu oogonia tumbuh dan
berdiferensiasi (mengalami perubahan bentuk) menjadi oosit primer yang masih diploid/2n.
c.
Oosit primer mengalami pembelahan
meiosis I menjadi satu oosit sekunder dan satu badan polar pertama yang
masing-masing bersifat haploid/n. Oosit sekunder ini selanjutnya akan
dikeluarkan dari folikel pada ovarium pada saat ovulasi.
d.
Jika tidak ada spermatozoa yang masuk
(tidak terjadi fertilisasi), maka oosit sekunder tidak dapat berkembang lebih
lanjut dan terjadilah menstruasi. Tetapi, jika ada spermatozoa yang masuk
sehingga terjadi fertilisasi, maka terjadilah pembelahan meiosis II. Pada tahap
ini, oosit sekunder mengalami pembelahan menjadi satu ootid (haploid/n) dan
satu badan polar. Sementara itu, badan polar yang pertama kadang-kadang dapat
juga membelah menjadi 2 badan polar.
e.
Selanjutnya ootid berkembang menjadi
ovum.
0 komentar:
Posting Komentar