UU NO 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI
Pasal 71
(1). Kesehatan reproduksi
merupakan keadaan sehat
secara fisik, mental,
dan sosial secara
utuh, tidak semata-mata bebas dari
penyakit atau kecacatan
yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses
reproduksi pada lakilaki dan perempuan.
(2) Kesehatan
reproduksi sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1)
meliputi:
a.
saat sebelum hamil,
hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b. pengaturan kehamilan,
alat konstrasepsi, dan kesehatan seksual; dan
c.
kesehatan sistem
reproduksi.
(3) Kesehatan
reproduksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan
melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Pasal 72
Setiap orang
berhak:
a. menjalani
kehidupan reproduksi dan
kehidupan seksual yang sehat,
aman, serta bebas
dari paksaan dan/ataukekerasan dengan pasangan yang sah.
b. menentukan
kehidupan reproduksinya dan
bebas dari diskriminasi, paksaan,
dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai
luhur yang tidak
merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c. menentukan
sendiri kapan dan
berapa sering ingin bereproduksi sehat
secara medis serta
tidak bertentangan dengan norma
agama.
d. memperoleh
informasi, edukasi, dan
konseling mengenai kesehatan reproduksi
yang benar dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 73
Pemerintah wajib
menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan
kesehatan reproduksi yang
aman, bermutu, dan terjangkau
masyarakat, termasuk keluarga berencana.
Pasal 74
(1) Setiap
pelayanan kesehatan reproduksi
yang bersifatpromotif, preventif,
kuratif, dan/atau rehabilitatif, termasuk reproduksi
dengan bantuan dilakukan
secaraaman dan sehat
dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan.
(2) Pelaksanaan
pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
dengantidak bertentangan dengan
nilai agama dan
ketentuanperaturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan
mengenai reproduksi dengan
bantuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan
medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau
cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki
sehingga menyulitkan bayi
tersebuthidup di luar kandungan; atau
b.
Kehamilan akibat
perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
(3) Tindakan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca
tindakan yang dilakukan
oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan
lebih lanjut mengenai
indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
75 hanya dapat
dilakukan:
a.
sebelum kehamilan
berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
b. oleh tenaga
kesehatan yang memiliki
keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu
hamil yang bersangkutan;
d. dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e.
penyedia layanan
kesehatan yang memenuhi
syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib
melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dan
ayat (3)
yang tidak bermutu,
tidak aman, dan
tidak
bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KELUARGA BERENCANA
Pasal 78
(1) Pelayanan
kesehatan dalam keluarga
berencana dimaksudkan untuk pengaturan
kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk
generasi penerus yang sehat dan cerdas.
(2) Pemerintah
bertanggung jawab dan
menjamin ketersediaan
tenaga, fasilitas pelayanan,
alat dan obat dalam
memberikan pelayanan keluarga
berencana yang aman, bermutu, dan
terjangkau oleh masyarakat.
(3) Ketentuan
mengenai pelayanan keluarga
berencana dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
0 komentar:
Posting Komentar