Minggu, 05 Juni 2016

UU NO 36 TAHUN 2009

UU NO 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

Pasal 71
(1). Kesehatan  reproduksi  merupakan  keadaan  sehat  secara fisik,  mental,  dan  sosial  secara  utuh,  tidak  semata-mata bebas  dari  penyakit  atau  kecacatan  yang  berkaitan dengan  sistem,  fungsi,  dan  proses  reproduksi  pada  lakilaki dan perempuan.
(2)  Kesehatan  reproduksi  sebagaimana  dimaksud  pada
ayat (1) meliputi:
a.      saat sebelum hamil, hamil, melahirkan, dan sesudah melahirkan;
b.     pengaturan  kehamilan,  alat  konstrasepsi,  dan kesehatan seksual; dan
c.      kesehatan sistem reproduksi.
(3)  Kesehatan  reproduksi  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (2)  dilaksanakan  melalui  kegiatan  promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Pasal 72
Setiap orang berhak:
a.  menjalani  kehidupan  reproduksi  dan  kehidupan  seksual yang  sehat,  aman,  serta  bebas  dari  paksaan  dan/ataukekerasan dengan pasangan yang sah.
b.  menentukan  kehidupan  reproduksinya  dan  bebas  dari diskriminasi,  paksaan,  dan/atau kekerasan  yang menghormati  nilai-nilai  luhur  yang  tidak  merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c.  menentukan  sendiri  kapan  dan  berapa  sering  ingin bereproduksi  sehat  secara  medis  serta  tidak  bertentangan dengan norma agama.
d.  memperoleh  informasi,  edukasi,  dan  konseling  mengenai kesehatan  reproduksi  yang  benar  dan  dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 73
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana  pelayanan  kesehatan  reproduksi  yang  aman,  bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana.
Pasal 74
(1)  Setiap  pelayanan  kesehatan  reproduksi  yang  bersifatpromotif,  preventif,  kuratif,  dan/atau  rehabilitatif, termasuk  reproduksi  dengan  bantuan  dilakukan  secaraaman  dan  sehat  dengan  memperhatikan  aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi perempuan.
(2)  Pelaksanaan  pelayanan  kesehatan  reproduksi sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) dilakukan  dengantidak  bertentangan  dengan  nilai  agama  dan  ketentuanperaturan perundang-undangan.
(3)  Ketentuan  mengenai  reproduksi  dengan  bantuan sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  diatur  dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 75
(1)  Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)  Larangan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  dapat dikecualikan berdasarkan:
a.      indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini  kehamilan,  baik  yang  mengancam  nyawa  ibu dan/atau  janin,  yang  menderita  penyakit  genetik berat  dan/atau  cacat  bawaan,  maupun  yang  tidak dapat  diperbaiki  sehingga  menyulitkan  bayi  tersebuthidup di luar kandungan; atau
b.     Kehamilan  akibat  perkosaan  yang  dapat menyebabkan  trauma  psikologis  bagi  korban perkosaan.
(3)  Tindakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  hanya dapat  dilakukan  setelah  melalui konseling  dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca  tindakan  yang  dilakukan  oleh  konselor  yang kompeten dan berwenang.
(4)  Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  indikasi  kedaruratan medis  dan  perkosaan,  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (2)  dan  ayat  (3)  diatur  dengan  Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  75  hanya  dapat
dilakukan:
a.      sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari  pertama  haid  terakhir,  kecuali  dalam  hal  kedaruratan medis;
b.     oleh  tenaga  kesehatan  yang  memiliki  keterampilan dan kewenangan  yang  memiliki  sertifikat  yang  ditetapkan oleh menteri;
c.      Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d.     dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e.      penyedia  layanan  kesehatan  yang  memenuhi  syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari
aborsi  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  75  ayat  (2) dan
ayat  (3)  yang  tidak  bermutu,  tidak  aman,  dan  tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama
dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

KELUARGA BERENCANA
Pasal 78
(1)  Pelayanan  kesehatan  dalam  keluarga  berencana dimaksudkan  untuk  pengaturan  kehamilan  bagi pasangan  usia  subur  untuk  membentuk  generasi penerus yang sehat dan cerdas.
(2)  Pemerintah  bertanggung  jawab  dan  menjamin ketersediaan  tenaga,  fasilitas  pelayanan,  alat  dan  obat dalam  memberikan  pelayanan  keluarga  berencana  yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat.
(3)  Ketentuan  mengenai  pelayanan  keluarga  berencana dilaksanakan  sesuai  dengan  peraturan perundangundangan. 


0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © EnnLaw | Floating Leaves template designed by ennyLaw | eLaw's Design